Karena udah bingung, gue
pun tetap pesan ojek online. Bodo
amat dah, jadi gembel, gembel dah. Yang terpenting sekarang gue harus nyampe
kantor dulu. Urusan duit, dihitung nanti aja.
Gue pesen gojek. Eh di cancel.
Order pake grab. Eh di cancel lagi.
Nyoba uber. Eh di cuekin.
Iyalah, soalnya gue beneran nguber-nguber ojek
online yang lewat secara manual, mereka bukannya berhenti, eh malah pada
nyuekin gue.
Baca cerita sebelumnya dulu di sini.
“mas kartu saya ketelen nih, gimana nih, wah parah!?” gue nanya sambil
mau nangis ngomel ke petugas Indo*maret.
“wahh, mas korban ke-3 hari ini berarti. Kayaknya mesinnya emang lagi
rusak, mas” si petugas memberi keterangan yang sangat bangsat.
KALO TAHU RUSAK KENAPA
NGGAK DI KASIH TULISAN, WOYYYY!!!
INI KARTU ATM GUE GIMANA
YA ALLAH :(
Sore itu setelah ngambil
duit, atm gue ketelen dan nggak keluar-keluar lagi. Gue langsung stress. Mana sekarang udah hari Jumat.
Dan udah sore.
Baca cerita sebelumnya dulu di sini.
Di mana-mana, yang namanya
mencari kotsan itu selau merepotkan, ya. Susah banget ketemu kost yang harga,
susasana, dan tempatnya strategis. Dari tiga hal ini selalu aja kita cuman bisa
dapat dua.
Harganya murah, terus
suasana enak tapi lokasinya jauh.
Atau.
Suasananya enak nih,
lokasinya juga strategis. Kemana-mana deket. Ehh harganya ngajak berantem.
Atau.
Tempatnya mantap, harganya
juga pas, eh suasana kostnya, udah kayak markas belanda yang terbengkalai
karena ditinggal ternak lele.
Setelah fix
diterima magang di salah satu agency
di daerah Jakarta Barat. Gue menemukan masalah-masalah baru. Mulai dari naik
apa ke Jakartanya lalu tinggal di mana selama di sana. Karena hidup gue tidak
pernah di planing dengan baik,
akhirnya gue membiarkan saja semuanya terjadi begitu saja. Pokoknya let it flow aja dah.
Dalam surat magang, gue menuliskan akan memulainya per
tanggal 22 Mei, padahal pameran tugas akhir di kampus baru kelar tanggal 18 Mei,
sore hari. Mepet banget memang. Gue juga nggak memperhitungkan kapan enaknya
mulai magang dan nggak tahu kapan acara pameran yang maha kampret ini akan
selesai. Yaudah, gue ngasal aja nulis tanggal mulai di surat pengajuan magang.
Tanggal 18 Mei, malam hari. Gue iseng cek harga tiket
pesawat dari Malang ke Jakarta. Masyaallah, harga tiketnya mahal banget. Kalau
gue tetap ngotot naik pesawat, sampai di Jakarta bukannya magang gue malah
harus jual ginjal dulu untuk menutupi biaya hidup.
Gue
suka nonton acara-acara pencarian bakat. Terutama bakat dibidang tarik tambang
suara. Dari yang paling keren kaya American Idol. Sampai yang paling absurd
kayak Arab idol. Nonton Arab idol itu udah kaya nonton lomba hafidz. Lagu apapun
yang mereka nyanyikan, semua terdengar seperti ‘mengaji’ di telinga gue.
Kalau
di Indonesia hampir semua acara pencarian bakat suka gue tonton. Tapi, gue
paling suka nonton waktu bagian audisinya
aja. Indonesian idol, X-factor, sampai D’academy dangdut. Tapi yang paling keren waktu nonton audisi
‘aku anak Biskuat’ sih. Itu juara banget. Semua terlihat natural dan tanpa
dibuat-buat.
Gue selalu suka nonton bagian audisnya. Nggak tahu kenapa gue suka aja ngetawain penderitaan orang.
Howayyyyy, ih gila ya.
Udah umur 21 tahun. Udah ngeblog 6 tahun opening blog masih gini-gini aja,
nggak ada kemajuan. Dasar gue ganteng.
Yha,
Dan jokesnya pun masih
gitu-gitu aja.
Kalo gue awali postingan
ini dengan kalimat “bingung nih mau posting apa” kira-kira akan menimbulkan
reflek apa ya dari netizen?
Bulan July ini gue belum
ada posting satu tulisan pun, loh. Parah. Selain sibuk magang gue juga bingung,
apa lagi dari diri gue ini yang bisa diceritain. Kayaknya semua berjalan
gitu-gitu aja. Nggak ada yang begitu wah dan membuat netizen bertanya-tanya:
“ihh, Ichsan ngapain tuh.”
“ihh, Ichsan bikin apa tuh.”
Atau
“ih, Ichsan kena kasus apa
tuh.”
Gue termasuk orang yang cukup banyak
menghabiskan waktunya di jalanan, bukan. Gue bukan pengamen atau tukang
minta-minta. Gue cukup sering lama di jalan karena kejebak macet atau nonton
orang yang habis kecelakaan.
Di jalanan setiap harinya selalu ada
hal yang menarik, selalu ada hal kampret yang membuat kita kesel dan pengin
‘nyumpah’. Nggak terkecuali gue. Gue termasuk ke dalam orang yang suka
ngomel-ngomel kalo lagi di jalan. Liat ada yang aneh aja di jalanan pasti gue
ngomel sendiri.
Sebenarnya selain macet, ada banyak hal
yang bikin kita kesel waktu lagi berkendara di jalanan. Beberapa yang baru-baru
ini gue alami udah gue tulis di bawah. Yaudah langung aja, ini adalah tentang
jalanan dan problematikanya, here we go:
Semua cowo pasti pernah
punya kenangan tentang cewek yang tidak sengaja bertemu disebuah tempat dan
langsung suka. Bodohnya cowok-cowok ini tidak berani berkenalan dan wanita itu
pun pergi begitu saja. Hilang begitu saja. Lalu jadian sama teman dekat kita.
YA ENGGAK LAH.
Gue adalah salah satu
diantara daftar cowok bodoh itu. Ceritanya begini. Sewaktu hari pertama masuk SD
gue adalah anak yang pendiem banget. Gue pendiem bukan tanpa alasan. Pertama,
waktu itu hari pertama masuk SD. Kedua, orang tua gue nggak ada yang nemenin
pas hari pertama masuk SD. Ketiga, karena gue nggak TK.
Demi tuhan, beban mental
yang disandang anak SD yang tidak pernah TK itu berat teman-teman. Kebanyakan
anak di SD itu adalah temen-temen mereka di TK. Sedangkan gue. Gue nggak pernah
mendapatkan masa keemasan itu. Hasilnya gue jadi cowo kesepian di hari pertama
masuk SD.
Waktu lagi sendiri dan bingung mau ngapain, kita suka mengingat-ingat
beberapa hal bodoh yang seharusnya dulu tidak kita lakukan. Kita sering
menyepelekan sebuah kekecewaan. Rasanya ini hal sepele, padahal kalau kita
letakan kaca pembesar di sana, bisa jadi kekecewaan yang dulu itu sebuah
kekecewaan yang besar.
Waktu masih kelas tiga SD, gue pernah menyesal karena
mandi hujan sendirian selepas istirahat
sekolah. Gue mandi hujan sendirian karena teman-teman gue masih mau hidup lebih
lama di bumi ini. Mereka takut dimarahi guru sekaligus takut dimarahi orang
tuanya ketika ketahuan pulang sekolah dengan keadaan tidak seperti anak SD pada
umumnya.
Baju gue basah kuyup, mata gue merah, ketek gue belum
berbulu, gue pun pulang dan meninggalkan tas serta buku-buku pelajaran di
sekolah. Btw jarak dari rumah gue ke sekolah cuma sekitar 40 langkah. Selesai
bilas di rumah, rencananya gue mau balik ke sekolahan lagi. Tapi, dunia terlalu
kejam.
Sebelum kalian tersesat
lebih jauh, ada baiknya baca postingan sebelumnya di sini. Biar nggak hilang
arah. cukup ‘dia’ aja yang hilang-hilangan. Baca cerita gue jangan.
***
Mungkin kalian pikir,
perkara membuat SIM ini terdengar gampang dan biasa aja. Ini memang belum
seberapa, perjuanggan yang sesungguhnya barulah akan dimulai.
Map sudah ditangan. Karena
bingung harus gue apakan map dan data-data yang udah dibawa ini, gue pun
melihat-lihat ke arah orang-orang yang juga sudah mempunyai map. Dan ternyata
kita semua sama. Sama-sama bingung.
INI MAPNYA DIAPAIN YA
ALLAH :(
Gue tadi nggak kuliah
pagi. Nggak tau kenapa perasaan gue males aja hari ini untuk bangun jam 7 dan
berangkat ngampus. Jadinya gue memilih untuk melanjutkan tidur dan bangun jam
11 siang. Ia gue ngebo. Masalah?
Sebenarnya jam 1 lewat 10
nanti ada mata kuliah lain yang harus gue ikutin. Tapi, nggak tau kenapa
perasaan gue berkata:
MENDING LANJUT TIDUR AJA.
Karena gue percaya sebuah
quote dari filsuf terkenal yang berkata: jika kamu tidak tahu harus percaya
kepada pendeta atau pendusta, maka percayalah pada perasaan mu sendiri.
Gue pun memilih kembali
tidur. Karena gue sangat percaya dengan perasaan ini. Jam 11 gue bangun lalu
lanjut tidur. Jam 1 gue kebangun buat pipis. Mengecek hape. And you know what? DOSENNYA NGGAK MASUK.
Perasaan memang nggak
pernah salah.
Sebenarnya sudah lama gue
ingin menulis soal ini. Yha, prihal pembuatan SIM. Sewaktu liburan semester
kemarin, karena nggak ada kerjaan dan gak punya kesibukan yang berarti juga,
akhirnya iseng-iseng gue pengin bikin SIM. Perkiraan gue bikin SIM C dan SIM A
pasti nggak berbeda jauh. Berbekal pengalaman waktu bikin SIM C yang memang
hanya membutuhkan waktu satu hari (tanpa nyogok). Gue pun mantab untuk
meneruskan rekor itu.
“hari ini harus langsung
jadi”
Kalimat itulah yang gue
ucapkan ketika baru bangun tidur dan bersiap pergi ke kantor polisi. Jarak dari
rumah ke kantor polisi itu cukup jauh, gue harus menyebrangi sungai dan
melewati gunung. Gunungnya kebetulan bukan gunung kembar seperti yang ada di
otak kalian.
Di kamis sore yang mendung itu, gue
lagi duduk-duduk ganteng di balkon kostan, angin lagi kenceng-kencengnya. Semua
jemuran anak kos terpencar entah kemana. Tapi, gue tidak menghiraukannya. Gue
tetep duduk dan memandang langit senja yang mulai berubah menjadi orange.
Gak lama kemudian gue tersadar, tadi
pagi kan gue cucian, lahh, berarti jemuran yang tepencar kesana kemari
itu…..punya gue dong. Kampret.
Ya, gue kalo udah ngelamun bisa se-ekstrim
itu. Bisa nggak menyadari bahwa disaat gue lagi ngelamun, mungkin aja keadaan
di sekitar gue nggak mengizinkannya. Mau ada gempa kek, kerusuhan kek, palek
tek-tek kek, ehh bentar, nah kalo ada palek tek-tek yang lewat, lamunan gue
baru bisa dengan sendirinya tehenti. Biasa lah, anak kost, kelaparan-tapi-nggak-punya-uang-dan-malas-jalan-itu-adalah-nama-tengah-kami.
“Pecahkan saja
gelasnya biar ramai
Biar mengaduh
sampai gaduh
Ada malaikat
menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih
Kenapa tak
goyangkan saja loncengnya biar terdera?
Atau aku harus
lari ke hutan, belok ke pantai?”
Penggalan puisi di atas gue tahu dari film
AADC, film yang romantis buat mereka yang kisah SMA nya hanya di isi dengan
pacaran dan jalan-jalan. Beda sama gue yang bukan anak SMA tapi SMK, kerjanya
bukan hedon-hedon kaya anak SMA, tapi membongkar mesin……mesin jahit.
Yang paling gue suka dari puisiini adalah
bagia akhirnya. Lebih tepatnya baris paling akhir.
“atau aku harus lari ke hutan, belok ke pantai”