MULAILAH TERTAWA SEBELUM KALIAN PUBER

Surat Terbuka ‘Untuk Kamu Yang Terakhir Kalinya’

Apa yang melintas diotak, ketika kata ‘terlambat’ muncul di hadapan.

Kecewa kah ?

Menyesal kah ?

Atau malah kombo keduanya.

Rasanya seperti tak ada lagi kupu-kupu yang berterbangan diperut. Mungkin ada binatang lain yang sedang memporak-porandakan perut ini. Bisa kutu bisa pula komodo.

Tiga bulan bersama, tujuh bulan berdua, hingga satu tahun merajut bahagia. Semuanya pergi, hangus terbawa rasa terlambat dan rasa tak tega.

Bagaimana bisa kamu setega ini tidak mengucap ingin berpisah diawal saja. Harusnya saat kamu kembali dan merasa tidak nyaman lagi. Berhentilah mencariku dan ucapkan dengan sepenuh hati kalimat ‘lebih baik kita sampai di sini’.

Perjuangan seperti menunggu, bersabar, mengalah dan memendam seperti cuman sebuah omong kosong sekarang.

Tak ada lagi bayang-bayang tentang bersatu. Semuanya luntur, pergi bersama keterlambatanmu mengucap kalimat yang sakral itu.

Lucu rasanya saat mengingat kenapa kita bisa kembali bersama. Kamu menghubungiku, kemudian memintaku untuk melakukan ini dan itu.

Bodohnya, kenapa aku mau saja menuruti perintahmu. Diperbudak dengan harapan kita bisa kembali bersatu.

Aku bahagia, karena saat diawal semua berjalan seperti rencana. Isi dari setiap lembar kebersamaan kita adalah tentang bahagia. Siapa coba manusia yang tidak ingin kisah cintanya selalu seperti ini dan tanpa bencana.

Setelahnya kita harus berpisah, mengurus kehidupan masing-masing. Terpisah jarak yang sangat jauh, terisolasi dari sebuah zat endorphin bernama ‘bertemu’.

Sampai sejauh ini kita masih sama-sama kuat. Sama-sama berjuang untuk tetap menuliskan isi bahagia di dalam buku yang setiap harinya kita bawa.

Media social sangat mengakrabi kita berdua. Jika ia tidak ada mungkin kita akan sangat membenci jarak ini. Untungnya kita lahir di zaman dengan segala kecanggihan yang maha luar biasa. Terima kasih papa Steve Jobs.

Hari demi hari berlalu, berganti minggu lalu berganti bulan. Hari di mana aku akan libur panjang  dari studi yang berat ini pun semakin terasa dekat.

Aku akan pulang, bertemu dengan mu dan menjemput rindu yang sudah kepalang ini.

Tanpa canggung, tanpa seikat bunga, tanpa sebatang coklat. Aku akan datang dan hanya membawa sebuah senyuman.

Hari pertama aku menghampirimu, kamu sampai rela bolos kuliah demi bisa memaksimalkan waktu bersama. Padahal itu hari pertama aku datang, kita masih punya waktu lebih dari tiga bulan untuk bersama.

Sekarang, jarak bukan lagi penghalang. Kita berada di satu pulau yang sama, menghirup oksigen yang keluar dari pohon yang sama, bahkan meminum air dari sumber yang sama.

Tak ada yang lebih bahagia selain berdua denganmu dan melihat senyummu mengambang lucu di udara.

Aku kira, dua tahun yang lalu adalah terakhir kalinya kita bisa begini. Ternyata tuhan dan semesta terlalu baik. Ia mengizinkanku untuk sekali lagi menyediakan bahu ini, ketika kepalamu tak kuat menahan kantuk dan ingin segera tidur.

Ku kira, dulu adalah terakhir kalinya aku bisa menggengam tangganmu sesuka hati, tanpa ada yang perlu marah dan merasa tersakiti.

Ahh, akupun pelan-pelan mencoba melupakan masa lalu itu. Aku bersyukur tentang masa sekarang yang segalanya telah dilengkapkan oleh tuhan.

Semesta menggenapkan kembalinya kita dengan membuat kita menjadi lebih dewasa. Tidak seperti dua tahun yang lalu, di mana kepala batu adalah masalah terbesar kita.

Aku bahagia, sampai sekarang pun aku bahagia.

Lantas, sampai kapan bahagia ini akan terus mengawan tinggi di udara.

Tiga minggu setelah terakhir kita bertemu, kamu pergi, hilang tanpa secarik pesan dan seuntai kabar.

Aku hanya menunggu, menunggu pesan ini dibalas olehmu, menunggu telfon ini diangkat dan dari seberang sana terdengar suara ‘hallo’ tapi sesudahnya apa?

Aku hanya benar-benar menunggu.

Sampai tiba malam itu, mungkin genap setelah satu bulan tidak berkabar, aku mencoba mengirimkan beberapa chat pertanyaan.

Mungkin kamu mulai jengah diboombardir pertanyaan yang sama setiap harinya.

Hey, aku juga tidak punya banyak waktu untuk menunggu mood mu yang labilnya seperti wahana kora-kora itu. Sebentar naik, sebentar turun. Bikin mual.

Kita adalah dua orang yang sudah sama dewasanya. Dan aku rasa, sangatlah perlu untuk mengetahui kejelasan dari hubungan yang sekiranya pernah kita rajut bersama.

Jika memang ingin menyudahi kenapa tidak bilang dari tadi.

Kamu mungkin tidak paham lelahnya menanti, gusarnya digantung atau perihnya memendam.

Kukira kita berjuang berbarengan. Tapi, kenyataanya hanya aku yang berusaha berjuang sekaligus bertahan sendirian.

Kamu di mana ? kemu kemana? Rupanya kamu kembali kepada pelukan lama yang mungkin rasanya sudah beda. Sudahlah, kita sampai di sini saja.

Maka, dengan segala kerendahan hati ini, dengan segala keikhlasan yang aku tahan di ujung tengorokan ini, aku ucapkan terima kasih karena telah hadir dan pergi sesuka hati. Tolong jangan pernah kembali.





Dari aku,
Kegagalan Bertubi-tubimu di masa lalu.

16 KOMENTAR

  1. So deep. Jadi pengen bikin beginian juga.

    ReplyDelete
  2. waoww.. *cuma bisa koment begini.

    ReplyDelete
  3. agak aneh baca postingan si ayam baper gini hahaha. budak budak eldeer :D. tetap semangat Yam

    ReplyDelete
  4. mantep. tegas ini namanya.. kalau memang dia kembali, tendang! hantam! bata!
    yang namanya terlambat ya erat kaitannya sama penyesalan. hmm, jadi dia ceritanya balikan sama mantannya kah?

    ReplyDelete
  5. "kamu dimana? kamu kemana?"
    jadi inget lirik lagu salah satu band deh.. wkwkwk
    bagus, harus move on.. :D

    ReplyDelete
  6. njiirrr baperrr abis gue bacanyaa..
    sesakit itu sampa lu nggak mau dia kembali?

    ini tulisan kayaknya ditulis dengan emoai dan perasaan yg dalem bgt. biasanya bahkan ada selingan lawakan, tapi kali ini gue ngebaca hati. iya hati yg hancur. *auuuu

    ReplyDelete
  7. Sudah saatnya menatap ke depan untuk sebuah keseriusan...
    jangan salah waktu jika kita sendiri yang tidak pernah meprioritaskannya untuk menggarap perencanaan yang matang untuk sebuah hubungan yang berkah, dan jika sesal itu ada, mungkin dia tak serumit ini... :-)

    ReplyDelete
  8. Kalo denger kata telambat..... "Anjir, apa nggak usah masuk aja ya?" Itu yang kupikirkan.

    Keputusan yang tepat. Mending kita pergi, melepas, dan merelakan seseorang yang sudah tidak mau bertahan, sudah tidak mau berjuang bersama. Karena menunggu untuk hasil yang nihil itu menyakitkan.

    ReplyDelete
  9. Ini tulisan anti mainstream masyarakat kita deh kayaknya...disaat kata ayo move on jadi kata kata penting buat orang orang yang sulit meinggalkan jejak masa lalu,..tulisa ini lebih dulu menghindar dari masa lalu yang menghampiri....


    Udah lama nggak ke sini....
    Kayaknya baru kali ini aku baca tulisan disini yang serius banget kek gini....

    ReplyDelete
  10. tulisannya maknanya dlem bnget bro, eh kok mirip kisahku ya,,, udah dilambungin, diharapin tinggi-tinggi eh taunya ma orang lain ups kok jd curhat gini yak....

    ReplyDelete
  11. kalo terlambat mending gak usah dateng ajaaa.... nyesel biasanya hahahah semangatmoveon

    ReplyDelete
  12. Hoooo jadi inidia alasan lu bikin coment "ldr ga pernah sukses" dinsalah satu postingan gw bang?"ngangguk2

    ReplyDelete

Terima Kasih buat kalian yang udah mau ninggalin komentar. Nggak perlu nyepam atau tebar link buat dapat feedback dari gue. Cukup rajin kasih komentar gue pasti bakal kasih feedback balik. Kalian senang gue juga Senang, double deh senangnya ^^

Yang Ngetik -@Ichsanrmdhni