MULAILAH TERTAWA SEBELUM KALIAN PUBER

Surat Terbuka Untuk Sahabat yang Menusuk Dari Belakang

Kurasa tak perlulah sebuah surat yang ditulis berlandaskan kekesalan ini harus dimulai dengan salam yang puitis.

Kita pernah merayakan kebahagiaan bersama dengan melewati malam bertabur  bintang, hinga lupa bagaimana rasanya bangun pagi dan merasakan teriknya mentari.

Aku menghargai persahabatan kita dengan tidak merebut apa yang menjadi kebahagiaanmu. Dan kamu pun harusnya berlaku demikian, tidak merebut apa yang menjadi kebahagaiaanku.

Tapi ternyata itu hanyalah peraturan tak tertulis dan tak terlisan yang harus kau langar, karena kau menaruh hati kepada dia, dia yang menjadi kebahagiaanku.

Aku selalu menceritakan setiap kemajuan yang kualami selama menjadi pengagum rahasianya. Kau pun selalu menyelamatiku dengan segala kemajuan yang kuceritakan.

Seperti kau adalah tempatku bercerita tentang dia, dia yang memberiku sedikit alasan kenapa harus bangun pagi dan berangkat kuliah.

Dia yang senyumnya mampu membuatku meleleh dan tak mampu berkata-kata, najis sih tapi aku bangga mengatakannya.

Kukira hanya aku yang merasakan seperti ada kupu-kupu yang berterbangan diperut ketika melihat senyumnya atau ketika dia sedang menguncir rambutnya yang panjang dan hitam dengan tangan.

Ternyata kau juga, kau yang setiap hari kuceritakan tentang dia ternyata malah ikut menaruh hati dan simpati kepadanya.

Aku tidak tahu apa yang ada didalam otakmu sampai kau tega menciderai persahabatan kita dengan merebut kebahagaianku yang satu ini.

Kita pernah berjanji akan selalu ada dalam suka dan duka. Akan selalu ada dalam titik terlemah dan terkuat. Tapi setelahnya apa. Jika berkhianat adalah sebuah senjata, maka ini adalah senjata terhebat yang pernah kau ciptakan.

Begitu mudahnya persahabatan yang dipupuk dengan kepercayaan dan saling berbagi ini kau hancurkan.

Dengan satu tarikan nafas yang panjang ini aku mengutukmu, anggap saja kita tidak kenal, tidak tahu dan tidak saling tahu.

Tak ada lagi sesendok maaf dan segelas pertemanan yang terisa. Semuanya habis, pergi terbawa angin pengkhianatan.

Seburuk-buruknya persahabatan yang hancur, adalah persahabatan yang hancur karena kehadiran sosok wanita didalamnya. Kau mengetahui itu, aku pun juga.

Lantas, apa yang membuatmu tega, dengan meracuni teman sendiri. Kau menusuk ku dari belakang dengan sebuah pisau besar tak bergagang, aku tak melihat pisau itu tajam. Yang ku tahu dia lebih tipis dari sehelai rambut dan lebih kuat dibanding besi yang pekat.

Tak lagi kusisakan kata maaf untuk dirimu. Tak akan ku berikan pengecualian kepada orang kepercayaan yang diam-diam adalah musuh terbesar.

Aku mulai percaya dengan perkataan orang-orang, bahwa orang yang paling bisa membuatmu bahagia, adalah orang yang sama yang bisa membuatmu menderita.

Tak lagi ku ingat tawa canda kita, tak lagi ku paksa kau harus ada dalam segala susasana. Semua berubah sejak malam itu.

Yang ku ingat adalah tampang tak bersalahmu yang menceritakan semua kebehasilanmu mendapatkan dia.

Aku terdiam, tubuhku menahan amarah yang tak terkendalikan ini. Ingin rasanya meluapkan semua ini dengan menghantamkan tangan kananku ini ke pelipis kirimu. Ingin rasanya menghapus namamu dari daftar teman hidupku saat itu juga.

Aku masih tak percaya, kau begitu santai ketika berkata,

“aku sekarang bersama dia”

Kelancanganmu dengan reflex tak ku mengerti. Apa yang kau bicarakan seakan-akan tak pernah tertangkap oleh telingaku.

Pandanganku memudar, aku merasa tak 100 % fit. Ingin rasanya kembali ketempat peraduan dan mengutuk malam ini.

Saat aku bertanya, bagaimana mungkin kau bisa bersamanya, padahal kau tahu, teman terbaikmu ini rela menyisihkan sebagian waktu hidupnya hanya untuk memandanginya dari kejauhan.

Tapi apa, kau tertawa, kau menyalahkan aku yang hanya bisa memandanginya dari kejauhan. Kau menganggapku lemah karena hanya bisa mencintai dalam diam.

Aku semakin terbakar melihat kau tertawa, kau tahu aku, aku lemah terhadap wanita, aku selalu tak percaya diri jika hanya berhadapan mata dengannya. Semua alasan ini kau tahu, tapi tetap saja, kau telah mencoreng persahabatan kita, menusuk ku dari belakang, dan merampas kebahagiaan terbesar dalam hidup ku.

Mulai sekarang kita bukan apa-apa. Tak pantas lagi aku menyebutmu dengan panggilan akrab sebagai teman. Aku juga tak menganggapmu musuh. Aku hanya berfikir bahwa aku tak pernah mengenalmu dan kau tak pernah hadir dalam hidupku.

Jangan pernah coba menampakkan wajahmu dihadapanku, sekalipun kau coba menyapaku dari jauh, aku akan meludahi itu semua. Hatiku buta, aku mati rasa. Tak ada sisa-sisa kebersamaan kita yang patut aku putar ulang.

Ini bukan prihal persahabatan yang rusak karena wanita. Ini adalah kesalahanmu, melukai sahabat sendiri, dengan senjata mengerikan bernama pengkhianatan.

Aku sudah tak ingin lagi berhubungan denganmu atau dengan dia. Aku tak ingin tahu bagaimana hubungan kalian. Akan kulanjutkan hidup ini dengan sisa-sisa penyesalan dan kekecewaan.

Sekarang tak akan ku sematkan panggilan sahabat sejati pada manusia biasa sepertimu, akan ku sematkan sebutan yang sakral ini kepada dewa, yang aku dan kamu tahu bahwa sosok ini tak pernahlah nyata.

Satu pesan terakhirku, jangan pernah menyakiti dia, jaga dia  selayaknya wanita yang pantas untuk dijaga. Dia masih menjadi permata di hatiku, aku titipkan dia kepadamu.




Dari aku,
-Orang yang tak akan pernah memaafkanmu


TERILHAMI DARI NOVEL DAN FILM JOMBLO
-ADHITYA MULYA

11 KOMENTAR

  1. Anjir keren broh...
    itu foto gue tuh :P
    Oh ya beberapa kata masih ada yang typo tuh,

    ReplyDelete
  2. AH!! NUSUK BANGET ITU SAN!! Seriusan :( Gue yang baca ikutan gedeg disini.

    ReplyDelete
  3. Di situ lah letak persahabatan sedang diuji.. :3

    Aku jugak pernah ngalamin. Bedanya, aku cenderung cuek en biasa aja, meski di awal nyesek. Secaraaaa pacar direbut sama sahabat sendiri. Tapi yakin aja sih akan ada kebahagiaan untuk kita. Nantinya. :D

    ReplyDelete
  4. melihat postingan 'sakit' kayak gini, di situ kadang saya merasa sedih..
    salam kenal. mampir ke blog MiQHNuR yaa..

    ReplyDelete
  5. eh ini tuh sakit ya yam, gue pernah banget ngerasain ini, gue selalu cerita sama dia apapun itu tentang kebahagiaan gue, dan tiba tiba.... disitu gue rasanya pengen.... arghh -_- *ikutkzl

    ReplyDelete
  6. Yang sabar bro. Masi banyak yg lain di luar sana.

    ReplyDelete

Terima Kasih buat kalian yang udah mau ninggalin komentar. Nggak perlu nyepam atau tebar link buat dapat feedback dari gue. Cukup rajin kasih komentar gue pasti bakal kasih feedback balik. Kalian senang gue juga Senang, double deh senangnya ^^

Yang Ngetik -@Ichsanrmdhni