Yang Patah yang Tumbuh
Tidak bisa dielakkan.
Segala sesuatu yang pernah tumbuh nantinya akan patah juga.
Akan tumbang juga,
akan hilang.
Lalu musnah untuk
selama-lamanya.
Seperti pohon yang
dirawat mulai bibit, disiram setiap hari, diberi pupuk, kemudian diambil
hasilnya. Ntah bunganya,
buahnya, atau bahkan hanya daunnya.
Yang mungkin tidak
terpikirkan adalah ketika sebelum waktunya panen, pohon itu sudah layu, sudah tumbang duluan,
kemudian menghilang.
Jumat, 12 Januari
2018, kemarin.
Teman saya Bayu
akhirnya pergi meninggalkan kita semua.
Layu ditelan dunia.
Walaupun tubuhnya
terlihat kaku, saya tahu bahwa itu adalah proses menuju layu yang sesungguhnya.
Saya sudah tidak bisa
menggambarkan kesedihan yang dialami. Baik orang tua, keluarga hingga teman
yang ditinggalkan.
Terlalu banyak memori
yang tiba-tiba terputar secara otomatis di kepala saya.
Hitungan pertemanan
yang bukan hari atau bulan lagi. Tapi hampir 7 tahun, membuat saya masih tidak
percaya tentang ini semua. Bahkan 3 tahun terakhir ini hanya wajah dia yang
saya lihat ketika bangun pagi.
....
Untuk semua hal yang
telah terjadi, pengalamannya, baiknya, buruknya. Semuanya sudah saya simpan
rapih.
Tidak ada gunanya
bersedih.
Ini hanya masalah
waktu.
Kita semua nantinya
pasti patah juga, pasti layu.
Lalu kaku.
Tidak ada yang bisa
kita lakukan untuk melawan atau menundanya.
Yang sekarang bisa
kita lakukan adalah berdoa.
Berdoa untuk diri
sendiri.
Berdoa untuk
orang-orang yang kita sayangi.
Kemudian berdoa untuk
orang-orang yang terlebih dahulu meninggalkan kita.
Seperti menanam
pohon, tidak peduli bibit pohon apa yang ditanam, pupuk termahal apa yang
diberikan, kalau memang waktunya pohon itu layu. Maka layulah dia.
Mohon doanya untuk
teman saya. Semoga segala amal ibadahnya senantiasa diterima, dihapuskan segala
dosa dan kekhilafannya selama ini, dilapangkan jalannya, dan diberikan tempat
sebaik-baiknya, serta keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan.
Selamat jalan, Bayu.