MULAILAH TERTAWA SEBELUM KALIAN PUBER

Karma


“lo jangan duduk di sebelah gue” Yuka mendorong-dorong bahu gue sambil alisnya dinaik turunkan dengan pandangan yang mengarah ke orang-orang yang sedang sibuk keluar masuk, melewati sepasang pintu kaca model dorong yang cukup besar.


“lahh, kenapa gitu, gue kan juga bayar monyong, terserah gue ah mau duduk di mana” gue tetap memaksa duduk disebelahnya, ‘menggaNjal’ pantat gue agar muat duduk di kursi itu.

“San, plis”.

“apaan”.

“LO JANGAN DUDUK DI SEBELAH GUE, INI KAN MEJA TUNGGAL BANGKE, KALO LO DI SEBLAH GUE, LO OFFSIDE”.

“ahh, nggak papa, dari pada gue duduk di depan lo, pemandangannya ngga enak” gue tetap memaksa duduk sambil memepetkan kursi gue ke kursi Yuka.

“pemandangan apaan, sih emang”.

“lo liat aja sendiri!”.

Yuka mengangkat kursinya sambil tetap membiarkan pantatnya menempel di Sana. Dia seperti pemain teater yang baru saja mendapat kejailan lem yang di taruh di atas kursi, sebuah komedi yang Sangat legend, tapi tetap lucu.

“Gimana? Enak?” gue menanyakan perasaan Yuka yang sekarang sudah berada tepat di depan gue.

“pemandangan apa sih, biasa aja, ah.”.

“ahh serius”.

“SERIUS, SETAN”.

“lo liat dua orang yang duduk sejajar dengan meja kita coba”.

“orang yang pacaran itu ?”.

“iya, terus perhatiin tangannya” pandangan Yuka langsung mengedar ke seisi ruangan. Yuka memang bodoh, disuruh melihat lurus sejajar dengan mejanya, matanya malah kelayapan ke sana ke mari.

ANJIRR, ITU TANGANNYA YANG COWO NGAPAIN MASUK-MASUK CELANANYA SENDIRI GITU, WAHH MESUM, WAHHH, KRIMINAL INI. PANGGIL  PASPAMPRES, SAN. PANGGIL.

Yuka langsung heboh dan kembali mengangkat kursi dengan pantat yang masih menempel itu. Ia melakukan hal yang 2 menit tadi baru saja gue lakukan juga.

MENDEKATKAN KURSI KE GARIS SEJAJAR MEJA, AGAR TIDAK TERKESAN OFFSIDE.

“gini nih malesnya kalo dapet meja tunggal. Pasti nggak bisa leluasa” Yuka melipat kedua tanggannya, memukulkan jari-jarinya secara beriringan ke atas meja, sambil pandangannya mengedar ke seluruh pengunjung yang berada di tempat ini.

“lo, kalo gak mau yang tunggal, makanya, lain kali bawa raket itu empat biji”.

“hah, buat apaan raket”.

“ya buat main ganda, lah. Kalo raketnya empat biji kan pas tuh, dua buat kita, dua buat lawan” gue menanggapi kekesalan Yuka dengan membuatnya tambah kesal lagi.

“DASAR SINTING”.

“lo tumben sendiri, Yohan mana?” gue memulai percakapan baru dengan Yuka, sambil kepala gue sekali-kali menoleh ke belakang memperhatikan pasangan mesum tadi, apakah mereka sudah keluar dari tempat ini atau malah mendirikan tenda.

“lagi males gue sama dia, San” Yuka mengambil tasnya yang berada di samping kursi, kemudian menaruhnya di atas meja, tangannya sibuk merogoh-rogoh bagian dalam tas itu, seperti sedang mencari sesuatu.

Gue langsung membaca reaksi yang diberikan Yuka. Dia pasti lagi bête sama pacarnya. Gue tahu Yohan itu emang nyebelin. Tapi, harusnya gue tahu dari awal, sih. Karena setiap Yuka ngajak ketemuan urusannya pasti nggak jauh dari Yohan.

“kenapa lagi dia” gue bertanya ke Yuka, sambil tangan gue ikutan masuk ke dalam tasnya.
“ntar aja bahas dianya ah, masih bête gue sama anak itu” Yuka menjawab gue sambil tangannya masih mencari-cari sesuatu di dalam tas itu.

“oh, iya deh” balas gue.

“San?” Yuka, berhenti menggerakan tanganya yang berada di dalam tas, sambil menatap gue dengan cukup dalam.

“apa?” tangan gue yang juga ada di dalam tasnya  pun ikutan diam. Kita jadi diam-diaman. Udah kaya D’masive. Diam tanpa kata.

Mata kami bertatapan sesaat, Suasana mendadak chaos. Yuka diem. Gue berak, ya enggak lah. Gue juga diem. Kemudian Yuka menarik napas yang cukup panjang, menahannya di dada, dan berkata:

“TANGAN LO NGAPAIN IKUTAN MASUK KE DALAM TAS GUE BANGKE, MINGGIR”.

“ehhh iya, tanggan gue ngapain ya masuk, ah lo nih, kalo nggak tahu urusan itu coba diem aja” gue ngomong ke tangan gue sendiri, sambil memperhatikan raut muka Yuka yang masih grasak- grusuk. Gue jadi kaya orang bloon. Mencoba lucu di hadapan orang yang lagi bête emang PR banget, yak.

“lu nyari apaan sih?”.

“masa depan, San”.

“haha, lucu”.

“nah, dapat juga nih” Yuka mengeluarkan sebuah  jepit rambut kecil, kecil banget, bahkan gue harus memajukan kepala ini untuk melihat jepit rambut itu dengan jelas. Warnanya emas dan bentuknya mirip dengan kebanyakan jepit rambut yang beredar di muka bumi ini.

“jepit rambut? Buat apa? Kepala botak aja mau sok pake jepit rambut” ledek gue ke Yuka, tapi dia tidak merespon, dia malah diam, lalu berak. YA ENGGAK LAH.

“gue kangen nenek gue” tiba-tiba kalimat yang amat sangat tidak nyambung dengan percakapan kita sebelumnya pun keluar.

“kasihan” kata gue kepada Yuka.

“kenapa?”.

“nenek lo pasti lagi kena sial sekarang!”.

“loh, kok bisa”.

“Bisa, soalnya dikangenin sama cucu model elo” hahahaha, gue ketawa sambil merebut jepit rambut yang dipegang Yuka.

“ah, taik lu. Jangan gitu dong. Gini-gini kan gue juga sayang sama dia, kalo nggak ada nenek gue kan gak bakal ada gue”.

“loh, masa? Gue kira lo lahir dari gedebok pisang!” sambil memperhatikan jepit rambut itu, gue pun bertanya kepada Yuka “ini nenek lo ya yang ngasih? Hadiah? Atau lo colong dari kotak make up nya? Dasar cucu laknat ya emang lo”.

“apana sih? jepit rambut? Itu mah punya gue kampret, kemarin gue beli tapi bingung mau di pake dibagian rambut yang mana”.

“lah jadi hubungannya jepit rambut ini sama nenek lo apa”.

“nggak ada. Gue cuman tiba-tiba kangen aja”.

“DASAR ORANG GILA, kirain ini jepit rambut dari nenek lo. Bisa nggak sih lo nggak usah melakukan kegiatan yang nggak ada hubungannya dengan yang akan lo ceritakan” omel gue ke orang gila yang duduk di depan gue saat ini

“ihh apaan, sih. Di mana coba salahnya gue” Yuka membela diri.

“itu tadi, lo ngapain ngeliatin jepit rambut sambil bilang kangen nenek?” gue masih kesel.

“loh, apa salahnya sih, San? Ahh lo mah bego, nggak bisa ngerti perasaan cewe”.

“lu mah nggak normal, makanya susah di ngertiin” gue langsung pasang tampang muka sewot, dengan ekspresi ‘gue-siram-air-kobokan-juga-nih-anak’.

“gue mau cerita nih, San” Yuka membenarkan rambutnya yang berada di dekat telinga, merapikannya agar tidak terurai kemana-mana sambil menaruh kembali tas yang berada di atas meja ke samping kursinya.

“ah, males gue dengar. Pasti nggak penting lagi” gue masih sewot dan masih memasang tampang ‘gue-siram-air-kobokan-juga-nih-anak’.

“yaelah, ngambek. Nggak pantes ah lo ngambek, dunia sepi kalo orang kaya lo ngambek, San” suasana langsung cair.

Gue masih diem sambil melihat timeline instagram yang sekarang isinya udah kaya bigo. Semenjak ada fitur livenya, instagram semakin menjadi aplikasi penyedot kuota paling mengerikan. Gue takut buka instagram. Sama takutnya untuk membuka hati dan menerima kembali orang yang pernah kita sayang.

“cerita, deh. Gue dengerin nih” kata gue sesaat setelah meletakan hape di atas meja tunggal berwarna putih itu.

“lo percaya sama karma, nggak?”


Hehehe, gimana? Kentang banget yah. Oh iya, selamat tahun baru buat kalian semua, selamat membuat resolusi baru juga. Buat yang masih menyelesaikan resolusi tahun kemarin, tenang. Kalian nggak sendirian, kita adalah kaum-kaum menyedihkan itu. SEMANGAT.

Gue bingung mau membuka tahun 2019 dengan posting apa. Karena kalau bahas resolusi udah basi banget nggak, sih. Yaudah gue mulai dengan sesuatu ini. Ya, yang kalian baca ini. Nggak tahu gue apa namanya, tiba-tiba pengin bikin model tulisan yang banyak percakapannya aja daripada telling dan showing nya.

Apaan telling dan showing.

Sok ngerti lu.

Kalau sempat tulisan model gini mau gue lanjut lagi, tapi kalian kasih respons, lah. Jangan baca – ketawa – close tab. Di kira blog gue blog jam-jaman, kalo udah ena main ditinggal aja. Komen lah, blog gue sepi komen banget anjir, mungkin karena gue jarang blogwalking lagi yak. Duh, semenjak kerja waktu buat bikin-bikin beginian jadi dikit banget, gue lebih sering tidur dibanding merhatiin blog lagi.

Oh iya, btw tahun ini juga udah masuk tahun ke-7 gue ngeblog. Buset, kalo di ibaratkan manusia, udah mau masuk SD itu dia, udah lancar pula sepedanya, sama pandai juga tuh pasti membolak balikan perasaan wanita.

Yaudahlah, segini aja dulu, nanti kita lanjut lagi. Sekali lagi SELAMAT TAHUN BARU 2019 EPRIBADIIIIIII!!!

7 KOMENTAR

  1. MENGGAJAL, KETANG, GEDEBOK PISANG ITU APAAN WOY. Gue slengkat juga nih...

    ReplyDelete
  2. “ihh apaan, sih. Di mana coba salahnya gue” Yuka membela diri.

    Di bagian ini gue membayangkan Yuka membelah diri.

    Btw itu cerita lu setingan tempatnya di mana anjir. Nggak dijelasin. Gue kan jadi bayangin itu antara di ruang BP atau WC umum kampus. Parah gue!

    ReplyDelete
  3. Masih ngeblog aja, ya. Salut :)

    ReplyDelete
  4. Sae ae lulucon beraknya nya aja bikin aku ketawa gelabakan.
    Lanjutin, aku follow ini hhhhhh

    ReplyDelete
  5. lo percaya karma gak?

    ReplyDelete
  6. Salam kunjugan dan follow sini ya :)

    ReplyDelete
  7. Kemudian yang nulis kena karma!wkak apaan banget yawlahh gantung gitu masa -_-

    ReplyDelete

Terima Kasih buat kalian yang udah mau ninggalin komentar. Nggak perlu nyepam atau tebar link buat dapat feedback dari gue. Cukup rajin kasih komentar gue pasti bakal kasih feedback balik. Kalian senang gue juga Senang, double deh senangnya ^^

Yang Ngetik -@Ichsanrmdhni